Minggu, 26 Juni 2011

Proposal Nilai-nilai Pendidikan Dalam Film 3 Idiots

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang semakin maju atau lebih dikenal sebagai zaman global mendorong setiap aspek untuk dapat menyesuaikan diri dengan zaman tersebut pula. Salah satu aspek yang dimaksud tersebut adalah pendidikan. Dunia pendidikan adalah dunia yang harus menjadi sebuah sorotan utama dalam kemajuan sebuah Negara dan bangsa. Dari perkembangan zaman tersebut pula menyebabkan keinginan untuk menyampaikan sebuah ide yang sesuai pada zamannya. Jika dahulu penyampaian nilai-nilai pendidikan baru berupa lisan, dan kemudian berlanjut pada tulisan, maka pada era globalisasi ini, media yang digunakan semakin beragam dan maju pula.
Media lisan misalnya, yang hanya mencakup verbalisasi sebuah ide seperti dakwah, ceramah, diskusi dan lain-lain. Kemudian, tulisan dengan menggunakan media cetak seperti buku, surat kabar, majalah, komik, novel, cerpen dan berbagai macam bentuk tulisan lainnya yang telah mampu menstimulasi daya baca ingat dan penglihatan. Dan dalam penanaman nilai-nilai pendidikan juga tidak hanya bertempat disekolah, diperpustakaan dan dimasjid. Namun sekarang penyampain ide telah banyak menggunakan media audio visual. Para pendidik dan orang tua tidak dapat mengingkari begitu kuat pengaruh media komunikasi khususnya media audio visual terhadap anak didik. Sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan adalah tugas kita untuk kreatif dan selektif dalam menggunakan unsure-unsur media audio visual yang ada.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, media massa mempunyai peran yang cukup dominan dalam membentuk prilaku kehidupan manusia. Bahkan orang yang hidup dalam alam modern akan merasa bahwa media massa adalah bagian dari hidupnya. Hal ini karena media termasuk televise mampu untuk memberikan informasi-informasi secara efektif. Disamping itu televisi juga mampu untuk mengenalkan suatu norma baru yang belum dikenal oleh masyarakat oleh karena itu sangat memungkinkan televisi mampu untuk menumbuhkan norma-norma yang berhubungan dengan perilaku keagamaan.
Film misalnya yang telah menyediakan berbagai macam pengetahuan dengan berbagai model dan ragam penyajiannya sehingga dapat menarik banyak peminat untuk memanfaatkannya. Film merupakan alat komunikasi yang sangat membantu proses pembelajaran efektif. Karena apa yang terpandang mata dan terdengar oleh telinga, lebih cepat dan lebih mudah diingat daripada apa yang hanya dibaca atau hanya didengar saja.
Dengan kata lain bahwa penyerapan sebuah ilmu pengetahuan akan semakin mudah bila proses transfer ilmu tersebut menggunakan aspek penglihatan dan pendengaran, bahkan dalam hal ini (audio visual) mampu membawa aspek emosi (perasaan). Sehingga diharapkan dengan mengoptimalkan ketiga aspek tersebut, maka pengahayatan terhadap sebuah ilmu yang didapatkan dalam film akan lebih dihayati serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari sebab, film merupakan media yang cukup digemari peminatnya, karena melalui film dapat dilihat secara langsung kehidupan dunia perfilman seperti tingkah laku pemain, watak dan kepribadian yang kesemuanya ditampilkan lewat acting. Namun semua itu sangat berpengaruh terhadap siapapun yang menontonnya, sehingga cukup mudah untuk ditiru, apalagi anak-anak yang dalam tahap pertumbuhan dan dalam tahap meniru atas apa yang ia lihat.
Namun pada realita yang ada sekarang dunia perfilman kini berlomba-lomba memadu trend dengan bermacam-macam adegan yang merusak dan meracuni anak didik. Seperti yang telah banyak kita temukan film-film anak sekolahan yang mempermainkan gurunya saat belajar di kelas, dengan demikian derajat seorang guru secara tidak langsung benar-benar direndahkan, dan itupun mereka praktekan di sekolah. Kemudian cara bergaul dan berpakaian yang tidak sepantasnya dilakukan oleh anak sekolahan, hal-hal yang demikian banyak kita temukan tampil dilayar televisi dengan leluasa sehingga tidak sedikit anak sekolahan yang melihatnya ikut menirukan gaya mereka.
Seperti film yang pantas untuk diproduksi maupun dikonsumsi menurut penulis yaitu film yang berusaha menumbuhkan nilai-nilai, materi dan metode pendidikan. Sebut saja film yang muncul sekitar tahun 90-an, kiamat sudah dekat. Film yang disutradarai oleh Dedi Mizwar ini menyodorkan nilai pendidikan yang bersifat sederhana, mudah dicerna, mengena pada seluruh kalangan mulai dari bawah sampai atas.
Selain film yang mengandung nilai pendidikan islam ada pula film yang menanamkan nilai-nilai perjuangan yang bersifat nasionalis, cinta tanah air, cinta daerah dan lainnya. Sebut saja film Naga Bonar karya Asrul Sani, Naga bonar Jadi Dua Karya Dedi Mizwar, disamping itu ada pula film yang menekankan perjuangan anak untuk menempuh pendidikan yang penuh dengan rintangan dan tantangan. Sebut saja Laskar Pelangi yang dimuat dari Novel Karya Andrea Hirata yang kemudian dijadikan film oleh Riri Riza.
Dari berbagai macam film yang penulis sampaikan diatas, penulis melihat ada sebuah film drama yaitu “3 Idiots” yang tidak hanya mencukupkan isi dan kandungannya berupa metode dan materi pendidikan. Namun lebih dari itu sutradara film ini sangat memperhatikan nilai estetika film itu sendiri. Selain itu film ini banyak menekankan arti sebuah kehidupan beserta sebuah proses dalam membentuk pola pikir manusia.
Berangkat dari pemaparan di atas, penulis akan meneliti dan membahas nilai-nilai pendidikan yang tertanam dalam film 3 Idiots ini diharapkan mampu mengubah pola piker dan pola hidup yang lebih baik dalam diri manusia yang menontonnya. Disamping itu, penulis menganggap bahwa film ini layak untuk dijadikan sebagai bahan penelitian. Adapun nilai pendidikan yang dapat diambil dari pesan melalui film ini antara lain nilai pendidikan Agama, nilai pendidikan Estetika, nilai pendidikan Moral dan nilai pendidikan sosial. film yang disutradarai oleh Rajkumar Hirani dengan durasi 163 menit ini bercerita tentang persahabatan 3 mahasiswa yaitu Rancho (Aamir Khan), Raju (Sharman Joshi) dan Farhan (R. Madhavan) di Imperial College of Engineering. Mereka harus tinggal di asrama sampai selesai menempuh pendidikan sebagai enginer. Di balik pendidikan yang sebenarnya sama saja seperti di Indonesia, kita diharuskan mengerti ini itu, menghapal diluar kepala definisi ini itu sesuai apa kata buku, tanpa tahu nantinya bisa diterapkan atau tidak semua pelajaran yang mereka terima tersebut. Dalam film ini banyak diceritakan mengenai pelajar yang tujuan mereka hanyalah mengejar nilai untuk mendapatkan pekerjaan, berbeda halnya dengan Rancho pemeran utama dalam film tersebut yang lebih mementingkan ilmu dibandingkan hasilnya.
Berangkat dari permasalahan diatas, penulis akan mencoba untuk mengeksplorasi lebih jauh film “ 3 Idiots” dalam skripsi ini dengan tema Nilai-nilai Pendidikan Dalam Film “3 Idiots” dan relevansinya dengan Pendidikan Islam, yang diharapkan dapat memberikan khazanah keilmuan dalam konteks masa sekarang ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam film 3 Idiots dan relevansinya dengan Pendidikan Islam?
C. Tujuan dan Keguanaan penelitian
1. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam film 3 Idiots dan relevansinya dengan pendidikan Islam
2. Kegunaan penelitiann
a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap dunia pendidikan dalam upaya pengembangan pendidikan.
b. Sebagai bahan perbandingan bagi para pendidik dalam menjalankan kewajibannya sebagai tenaga pendidik yang edukatif.


D. Kajian Pustaka
Sejauh penelusuran dan pengetahuan peneliti, belum di temukan bahwa fokus penelitian ini pernah dikaji oleh peneliti sebelumnya, sehingga peneliti mencoba untuk dapat menelaah dari film 3 idiot yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan dalam sebuah karya tulis imiah. Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu:
1. Skripsi Yulikha Shobarohmi Ishar Mahasiswa Jurusan PAI, Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga Th. 2009. Dengan judul “ Nilai-nilai pendidikan dalam Film Laskar Pelangi” (Sebuah Adopsi Novel Karya Andrea Hirata). Permasalahan dalam penelitian ini adalah mampu tidaknya peserta didik gemar menonton film dapat mengambil pelajaran dan mencontoh hal-hal yang positif dari sebuah film. Alasannya adalah film-film Indonesia saat ini dapat dijadikan sebagai salah satu media pengajaran karena mampu mencegah peserta didik dari sifat verbalis dalam menghadapi segala problematika kehidupan.
Penelitian yang menggunakan metode dokumentasi ini membahas tentang nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam film Laskar Pelangi dan bagaimana implikasinya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah nilai-nilai yang terkandung dalam film Laskar Pelangi dapat dibedakan menjadi dua yaitu dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan. Sedangkan implikasi dari nilai-nilai pendidikan adalah agar nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam setiap lini pendidikan Islam, dapat dijadikan sebagai barometer penentu arah kebijakan, dan dasar penyesuaian pendidikan serta motivasi.
2. Skripsi Aji Triyantopo Mahasiswa Jurusan PAI, Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga Th. 2010 dengan judul “ Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Film Kn Fa Yakun karya H. Guntur Novaris” latar belakang penelitian ini bahwa pendidikan nilai keagamaan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat diperlukan media pembelajaran yang lebih modern, rasional, komferehensif, mudah di tangkap dan dihayati oleh anak didik. Film selain dijadikan sebagai hiburan, seharusnya mampu diprioritaskan sebagai media yang efektif dan kreatif dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan. Terutama dalam film yang mengangkat tema keIslaman, yang mengandung banyak nilai-nilai pendidikan Islam seperti film Kun Fa Yakun.
Penelitian yang menggunakan pendekatan semiotic, dokumentasi dan wawancara ini membahas tentang Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam film Kun Fa Yakun. Adapun kesimpulan yang terkandung dalam film ini menunjukan pada tiga dimensi yaitu pada dimensi spiritual, budaya dan kecedasan. Sedangkan implikasinya nilai-nilai pendidikan Islam dalam film Kun Fa Yakun terhadap pendidikan agama Islam di lingkungan keluarga. Terdapat dalam beberapa aspek pendidikan diantaranya adalah berimplikasi terhadap pendidikan suami, pendidikan bagi isteri, pendidikan bagi orang tua, dan pendidikan bagi anak.
3. Skripsi Wahyu Rahmawati Mahasiswa Jurusan PAI, Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga Th. 2010 dengan judul “ Peran guru dalam Film Laskar Pelangi dan relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam” latar belakang penelitian ini adalah kurangnya pemahaman guru terhadap peran-perannya sebagai pendidik. Indikasinya karena guru masih terfokus pada masalah gaji yang sedikit, kedudukan yang rendah dan keterpaksaan menjadi guru. Sehingga diperlukan upaya untuk dapat membuka paradigma baru mengenai peran guru. Salah satunya dengan menonton film yang bertema kan pendidikan dibanding hanya melalui penataran atau training-training.
Penelitian yang menggunakan metode dokumentasi ini membahas tentang peran guru dalam film Laskar pelangi dan relevansinya dengan pendidikan agama Islam. Adapun hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa peran guru dalam film Laskar Pelangi dapat diidentifikasi dan dipilah menjadi tiga bagian yaitu peran guru terhadap pengembangan potensi dirinya, peran guru terhadap pengembangan peserta didik, dan peran guru yang memiliki dampak luas kepada masyarakat. Sedangkan keterkaitan antara peran guru dalam film Laskar Pelangi dengan PAI dapat dilihat dari peran guru sebagai muallim, murabby, mursyid, mudarris, muaddib dan ustadz.
E. Landasan Teori
1. Nilai dan Pendidikan
Dalam bukunya Louis O. Kattsoff “Pengantar Filsafat” disebutkan bahwa nilai merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui ataupun menolak sifat nilai tertentu. Nilai juga diartikan sebagai konsepsi abstrak yang ideal bukan fakta, bukan benda kongkrit, tidak hanya persoalan salah/ benar yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi atau tidak disenangi.
Menurut Uyoh Sadullah nilai dalam pandangan aliran idealisme bersifat tetap tak akan berubah dari generasi ke genarasi atau bersifat absolut. Nilai tidak diciptakan manusia melainkan merupakan bagian dari alam semesta.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka yang penulis maksudkan adalah konsepsi-konsepsi abstrak yang ideal mengenai baik buruk, benar dan salah. Selanjutnya keyakinan manusia dan masyarakat terhadap nilai-nilai tersebut dapat mempengaruhi pola pikir, perasaan (sense), sikap (attitude) dan prilaku (behavior) manusia dalam berbagai aspek kehidupan yang kemudian menjadi contoh atau pedoman bagi perbuatan selanjutnya.
Pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan Nasioanl Indonesia; pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti atau kekuatan batin, intelek, atau pikiran dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dalam bukunya Dasar-dasar Kependidikan Komponen MKDK. Fuad Ihsan mengemukakan bahwa: “pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuh dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat kebudayaan”.
Al- Syaibani mendefinisikan pendidikan sebagai usaha untuk mengubah sikap dan tingkah laku dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial kemasyarakatan dan kehidupan dunia sekitarnya melalui proses pendidikan.
Dalam bukunya Kartini Kartono disebutkan bahwa pendidikan adalah segala perbuatan etis, kreatif, sistematis dan intensional, yang dibantu oleh metode dan tehnik ilmiah serta diarahkan pada pencapain tujuan pendidikan.
Sedangkan menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati mengemukakan bahwa pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh generasi tua (dewasa) kepada generasi muda agar timbul interaksi dengan tujuan anak dapat mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung secara berkesinambunngan.
Setelah mencermati definisi diatas, bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia melalui proses latihan yang kontinue dalam rangka membina sikap dan tingkah laku seseorang baik dalam lingkungan individu maupun sosial agar tercapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung secara terus menerus melalui proses pendidikan, agar terselaras dengan alam dan masyarakat.

2. Film Sebagai Media Pendidikan
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, film mempunyai arti barang tipis seperti selaput yang dibuat dari seluloid tempat gambar potret negatif (yang akan dipotret atau dimainkan dalam bioskop) sedangkan berdasarkan undang-undang republik Indonesia Nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman, menyatakan bahwa “ film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa dan dapat dipertunjukan”.
Perfilman telah mengalami kemajuan yang sangat pesat ditandai dengan munculnya berbagai film yang dihasilkan oleh dalam negeri maupun dari luar. Contohnya film Children of heaven, Ketika cinta bertasbih, Ayat-ayat cinta, Sang pemimpi, Laskar pelangi dan sebagainya.
Film-film tersebut digemari oleh berbagai kalangan karena selain mempunyai fungsi hiburan, film juga mempunyai fungsi sebagai sarana budaya, pendidikan, informasi, pendorong kreativitas dan ekonomi. Hal ini menguntungkan bagi dunia pendidikan, karena salah satu fungsi film sebagai media pendidikan. Akan tetapi tidak samua film-film tersebut cocok sebagai media pendidikan, karena ada film-film yang dibuat dengan lebih mengedapankan aspek hiburan, ekonomi, budaya, atau informasi dari aspek pada pendidikan.
Walaupun begitu tidak menutup kemungkinan ada film yang cocok sebagai media pendidikan karena sengaja dibuat untuk tujuan pendidikan. Salah satunya adalah film 3 Idiots.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis bertumpu pada studi pustaka (library research). Maksudnya dengan jalan membaca, menalaah, memahami, dan menganalisis buku-buku yang ada kaitannya ada permasalahan yang dibahas didukung dengan penelitian dan objek film 3 Idiots
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan pendekatan pragmatik yang diperkenalkan oleh Abrams atau teori model Abrams. Karya yang berorientasi pragmatis banyak mengandalkan aspek guna (useful) dan nilai bagi penikmatnya.
Untuk mengambangkan pendekatan tersebut, penelitian ini menggunakan teori semiotika yang digunakan sebagai untuk mangakaji sebuah karya sastra untuk menemukan makna suatu karya.
Dengan demikian, penelitian ini akan menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan nilai-nilai Pendidikan dalam film 3 Idiots. Peneitian ini terutama dilakukan melalui media audio visual yaitu film 3 Idiots.
2. Sumber Data
Ada dua jenis data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah informasi atau data yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumbernya. Sedangkan data sekunder adalah informasi atau data diperoleh dari sumber lain selain data primer. Jadi peneliti tidak langsung memperoleh data dari sumbernya karena berasal dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya.
a. Sumber data primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari film yang berjudul 3 Idiots. Fokus masalah yang akan dianalisis berasal dari film yang berjudul 3 Idiots.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari berbagai literature seperti buku, majalah, situs internet dan segala data yang berkaitan dengan penelitian, sehingga dapat membantu dalam menganalisa film yang berjudul 3 Idiots.

1. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Metode observasi atau pengamatan adalah suatu tekhnik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap peristiwa atau kegiatan tertentu. Adapun metode pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengamati secara langsung terhadap obyek penelitian yaitu film 3 Idiots
b. Dokumentasi
Untuk mempermudah dalam pengumpulan data, maka penelitian ini menggunakan metode dokumentasi yaitu suatu cara pengumpulan data melalui dokumen seperti : VCD, buku-buku, jurnal dan lain sebagainya yang dapat memberikan informasi terhadap penelitian ini.
c. Wawancara
Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi lebih dari orang lain seputar masalah penelitian dengan objek penelitian yaitu film 3 Idiots.


5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis) yaitu penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media masa. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi seperti surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi lainnya
Adapun langkah-langkah analisis data yang dimaksud adalah :
a. Mentransfer adegan dan dialog dalam bentuk tulisan (transkrip).
b. Merumuskan masalah dalam peta konsep.
c. Menentukan variable data yang berasal dari rumusan masalah.
d. Menentukan indicator-indikator dari variable data.
e. Memilah data (dari transkrip) yang sesuai dengan indicator yang telah ditetapkan.
f. Menganalisis data.
g. Ketekunan pengamatan untuk menafsirkan data.


G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan di dalam penyusunan skripsi ini dibagi kedalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian inti dan bagian akhir.
Bagian awal berisi uraian tentang latar belakang masalah penulisan, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian yang di dalamnya terdapat jenis penelitian, pendekatan, dan sumber yang digunakan, teknik pengumpulan data, analisis data dan sistematika pembahasan.
Bagian inti berisi uraian Gambaran umum tentang film yang terdiri dari deskripsi teoritis tentang pengembangan pendidikan melalui media, fungsi film, peranan film dalam pendidikan, dan tinjauan umum tentang film 3Idiots yang memuat profil sutradara film 3 Idiots, identitas film dan synopsis cerita dari film 3 Idiots.
Bagian berikutnya Berisikan tentang nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam film 3 Idiots dan relevansinya dengan Pendidikan Islam
Adapun dibagian akhir adalah penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran.

contoh proposal

PERAN GURU DALAM NOVEL ” PESANTREN ILALANG “ KARYA AMAR DE GAPI DAN RELEVANSINYA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Latar Belakang

Menurut Husnul Chatimah (2008), guru dalam pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik. Sementara masyarakat memandang guru sebagai orang yang melaksanakan pendidikan disekolah, masjid, mushala atau temapat-temapat lain. Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah mahluk yang lemah, yang dalam perkembangannya senantisa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal, semua itu menunjukan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, demikianya peserta didik, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu jua ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya agar dapat berkembang scara optimal.
Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang di miliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memeperhatikan peserta didik secara individual, kerana antara satu peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal.
Suhu atau guru dalam dunia pewayangan dan persilatan merupakan figur yang di kagumi, dipatuhi dan diteladani oleh para muridnya. Guru merupakan sosok manusia yang penuh wibawa, mampu memberikan solusi pada setiap kesulitan yang di hadapi murid. Bahkan dalam terminologi pendidikan ia adalah seorang motivator, fasilitator dan dinamisator. Namun sosok guu yang demikian tinggal sebuah gambaran saja. Gambaran guru yang dulu cerdas, disiplin, tertib, rajin, dan berwibawa tertelan oleh kebutuhan ekonomi yang meyebabkan guru mempunyai prilaku dan karakter yang berbalikan dengan itu. Kalau ada guru yang kurang berkualitas mengajar, tidak disiplin, dan tidak memacu mengembangkan karir keguruanya disebabkan oleh berbagai variabel penyerta berkaitan dengan input, sarana, dan prasarana, penempatan, dan kesejahteraan.
Dalam lembaga pendidikan formal, guru merupakan faktor pendidikan yang memiliki peran penting dalam menentukan aktifitas pembelajaran. Guru dalam buku “ metodik khusus pendidikan agama”, dipandang sebagai penangung jawab dalam membentuk pribadi peserta didik, membimbingnya menjadi dewasa dalam pengertian memiliki kesanggupan hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat. Guru merupakan tenaga Fungsional lapangan yang langsung melaksanakan proses pendidikan. Jadi gurulah yang bertindak sebagi ujung tombak keberhasilan pendidikan. Guru merupakan orang yang paling bertangung jawab atas pendidikan anak di sekolah. Seperti apa masa depan anak, Guru turut menentukanya. Oleh sebab itulah seorang guru haruslah seorang yang mampu memberikan motivasi kepada anak didik agar ia mampu lebih baik dimasa mendatang. Apapun yang dilakukan seorang guru kepada anak didik selama itu untuk mendidik maka itu diperbolehkan asalkan itu jauh dari unsur kekerasan.
Akhir akhir ini banyak kita dengar berita yang beredar baik dari media cetak atau media elektronik yang memberitakan tentang kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada anak didiknya dengan alasan untuk memberikan pelajaran atau untuk mendidik anak agar berdisiplin atau lebih bertangung jawab.
Untuk menegakan suatu kedisiplinan tidaklah harus dengan kekerasan, apalagi hal itu berhubungan langsung dengan fisik, sehingga dapat menimbulkan luka atau bahkan cacat fisik. Tidak semua persoalan bisa diselesaikan dengan kekerasan bahkan kekerasan hanya akan meninggalkan rasa trauma dan takut yang berkepanjangan. Jika seorang guru melakukan kekerasan pada anak didiknya dengan alasan untuk mendidik, maka kepatuhan anak didik tersebut bukan karena dia hormat kepada guru melainkan karena rasa takutnya pada guru. Hal ini juga bisa menimbulkan rasa dendam dan kebencian anak didik kepada guru.
Dalam konsep Pendidikan Islam, seorang guru hanya sebagai pengajar tetapi sebagi seorang pendidik. Pendidik dalam pendidikan islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajibanya agamanya bertangung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi tinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila dia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertangung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan. Guru baik, maka anak didikpun menjadi baik. Tidak ada seorang guru yang bermaksud menjerumuskan anak didiknya kelembah kenistaan. Guru harus merupakan figur yang dapat dicontoh oleh murid-muridnya, sebab ia akan menjadi teladan bagi murid-muridnya.
Usaha penanaman nilai- nilai kehidupan melalui pendidikan tidak akan berhasil, kecuali jika peran guru tidak hanya sekedar komunikator nilai, melainkan sekaligus sebagai pelaku nilai yang menuntut adanya rasa tangung jawab dan kemampuan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang utuh. Sebab, salah satu bagian terpenting dari kegiatan pendidikan adalah memberikan teladan. Oleh karena itu dalam memberikan ilmu kepada muridnya, seorang guru dituntut untuk memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang diajarkan dalam kehidupan pribadinya. Dengan kata lain, seorang guru harus konsekuen serta konsisten dalam menjaga keharmonisan antara ucapan, larangan, dan perintah dengan amal perbuatannya sendiri. Selain itu, sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat di jadikan profil dan idola, seluruh kehidupanya adala figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap guru sebagi sosok yang ideal. Sedikit saja guru berbuat yang tidak baik atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Oleh karena itu, sangat di sayangkan jika seorang guru melakukan kekerasan kepada murid dengan alasan untuk mendidik.
Sesunguhnya surga dan neraka guru adalah di sekolah. Hampir seluruh waktu produktifnya ia habiskan di sekolah, jauh lebih banyak dibanding waktu yang dijalani di rumah, lebih-lebih guru yang mengajar tanpa dasar keikhlasan, ia justru akan membawa penyakit bagi peserta didik, baik itu pikiran, mental, kepribadian maupun imanya, jika tidak ia sendiri yang akan terjangkit penyakit tersebut.
Sekolah adalah tempat tinggal landas kedua setelah rumah. Jika tinggal landas kita baik, maka kita pun bisa terbang dengan baik. Artinya jika sisiwa berangkat ke sekolah diiringi dengan dorongan semangat tentu akan membuat kerja para pendidik menjadi lebih semangat pula. Sebaliknya jika kondisi sekolah kurang kondusif, hal ini bisa terbawa ke tempat proses belajar siswa, sehingga bisa saja guru bekerja dengan motivasi yang kurang.
Oleh karena itu jangan sepelekan masalah motivasi dalam sekolah. Bukan saja guru memerlukan dukungan motivasi agar mereka bisa berprestasi juga. Dalam lingkungan sekolah, guru perlu saling memberikan motivasi satu sama lain yang nantinya juga berdampak pada para siswa, bukan saling meruntuhkan
Guru adalah tokoh panutan murid baik di sekolah maupun di luar sekolah dan guru hendaknya menyadari bahwa ada kebiasaan murid untuk mencontoh gurunya. Sudah sepatutnya guru memberikan contoh yang baik dalam setiap prilaku dan perkataan. Sebuah pepatah berbunyi Guru kencing berdiri, murid kencing berlari, yang artinya murid biasnya bulat bulat mencontoh gurunya, maka guru sebaliknya jangan memberikan contoh yang buruk.
Guru hendaknya bisa mencontoh bagaimana sosok Rasulullah Muhammad SAW. Beliau merupakan figur yang paling sukses dalam mendidik manusia untuk keluar dari masa kegelapan dan memasuki peradaban yang cemerlang. Kecintaan Rasulullah SAW kepada umatnya dan kelembutan beliau dalam menyampaikan suatu ilmu menjadikan ia pendidik yang slalu dicintai. Dalam diri beliau sudah dicontohkan suatu profil guru ideal. Tetapi memang sulit untuk menjadikan kita seperti rasulullah yang notabenenya sebagai manusia pilihan, tetapi setidaknya para guru berusaha untuk selalu mengajarkan ilmu kepada anak didiknya didasari dengan cinta. Ukuran ideal seorang guru sangat tergantung pada kemampuan dan pengalaman intelektualnya.
Akhir-akhir ini banyak novel yang terbit ke hadapan para penggemar novel. Novel bukan saja sebagai bahan bacaan yang ringan, tetapi novel juga bisa di jadikan sebagi sebuah media pendidikan. Makna yang terkandung didalamnya bisa dijadikan sebuah pelajaran bagi para pembacanya. Oleh sebab itu novel bukan saja hadir sebagi media hiburan tetapi dia juga hadir sebagi media belajar bagi para penggemar novel. Novel Pesanteren Ilalang Karya Amar de Gapi adalah salasatu dari sekian banyak novel yang sedang digandrungi oleh para pecinta novel. Novel Pesantren ilalang yang di dalamnya memunculkan tokoh seorang guru yang rela mengajar 300 siswa di pondok pesantren yang sekaligus sekolah Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah dengan gaji yang di bawah standar. Dengan didasari kecintaan beliau pada sekolah dan dunia pendidikan dan berhasil mengambil hati murid-muridnya sehingga dia menjadi guru yang dicintai dan dibanggakan oleh muridnya. Seorang guru yang berasal dari perguruan tinggi fakultas MIPA Matematika yang berasal dari kota yang kemudian rela mengabdi di pondok pesantren yang sekaligus mengajar pendidikan di sekolalah yang jauh dari sarana dan prasarana yang memadai. Di tengan keterbatasan itu ia tidak menyerah untuk terus mendidik dan mencurahkan kencintaanya pada dunia pendidikan dan anak-anak. Ia mampu menanamkan kedisiplinan kepada anak didiknya tanpa melakukan kekerasan fisik, apalagi sampai terjadi kecacatan kepada anak- anak didiknya.
Dari uraian di atas, penyusun tertarik untuk melakukan penelitian tentang Peran Guru Dalam Novel Pesantern Ilalang Karya Amar de Gapi. Penyususn tertarik pada tema ini mengingat pentingnya peran seorang guru karena dalam peran guru dalam novel ini patut dicontoh dan diteladani oleh guru dalam meningkatkan perannya sebagai pendidik untuk memajukan sistem pendidikan . Dalam novel ini penyusun melakukan studi pembahasan pada sosok seorang Kemal dalam Novel pesantren ilalang.

B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagai mana peran guru dalam Novel Pesantren ilalang?
2. Bagaimana relevansinya peran guru dalam Novel Pesantren Ilalang dengan pendidikan Agama Islam?
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian
1. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran guru yang terdapat dalam novel Pesantren ilalang dan mengetahui relevansinya dalam Pendidikan Agama Islam.
2. Kegunaan Penelitian
Sesuatu yang dimulai dengan prosedur sistematik, pasti mempunyai kegunaan baik teoritis maupun praktis. Demikian juga dalam pelitian ini yang mempunyai kegunanaan, baik teoritis maupun praktis sebagi berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini secara teoritis berguna sebagi langkah awal dalam penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan peran guru, menambah khasanah pengetahuan dan referensi di dunia kepustakaan, dan sebagai bahan renungan untuk memperbaiki mutu pendidikan indonesia khususnya yang terkait dengan peran guru.
2. Kegunaan praktis
Penelitian ini secara praktis berguna untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya peran guru dalam dunia pendidikan, maupun memberi motivasi dan masukan bagi para guru untuk selalu memajukan dunia pendidikan
D. Kajian Pustaka
Sejauh penelusuran dan pengetahuan peneliti, belum di temukan bahwa fokus penelitian ini pernah dikaji oleh peneliti sebelumnya, sehingga peneliti mencoba untuk dapat menelaah dari Novel Pesantren Ilalang yang berkaitan dengan peran guru dalam sebuah karya tulis ilmiah. Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu:
1. Hani Raihana, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan angakatan tahun 2001 dengan skripsinya “ Pendidikan Karakter dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata ( Perspektif PAI)” . Di dalam penelitian tersebut penulis lebih banyak membahas karakter yang dimiliki oleh anak- anak yang tergabung dalam Laskar Pelangi, sementara dalam skripsi ini lebih banyak membahas sikap dan kepribadian orang dewasa ( seorang guru), yaitu Bu Muslimah dan pa Harfan. Adapun pendidikan karakter yang terdapat dalam skripsi tulisan Hani Raihanana adalah rendah hati dan penerima diri, ingin tau dan kreatif, percaya diri, optimis, dan pantang menyerah, kejujuran, tangungg jawab dan disiplin, empati, cinta sesama, kerjasama, dan kepemimpinan.
2. Iim Hilman, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan angakatan 2005 dengan skripsinya “ Profil Guru Ideal (Studi Tokoh Muslimah dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata)”. Di dalam penelitian tersebut penulis lebih banyak membahas profil yang di tampilkan oleh Ibu Muslimah Hafsi dalam novel Paskar Pelangi adalah guru yang memiliki kesabaran, berilmu, memiliki pandang jauh ke depan atau memiliki visi, adil, dan bijak terhadap siswa, memahami kondisi siswa dan mudah memberikan pujian kepada siswa-siswanya. Kontribusi yang diberikan Novel Laskar Pelangi terhadap pembentukan Guru Pendidikan Agama Islam, diantaranya mampu menjadikan guru semakin mencintai profesinya, menambah profesionalitas guru, menambah inspirasi untuk mengembangkan metode belajar dan memiliki jiwa motivator.
3. Rakhman Khakim, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, skipsi yang selesai tahun 2008 ini berjudul “ Kompotensi Kepribadian Guru Dalam Pendidikan Islam ( Kajian terhadap kitab Al-Tibyan fi Adabi Hamalah Al-Qur’an)”. Dalam penelitian ini ia mendeskripsikan kompetensi kepribadian guru merujuk pada kitab Al- Tibyan fi Hamdalah Al-Qur’an karya Al-Nawawi.
4. Skripsi Wahyu Rahmawati Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, dengan judul “ Peran Guru dalam Film Laskar Pelangi dan relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam” latar belakang penelitian ini adalah kurangnya pemahaman guru terhadap peran-perannya sebagai pendidik. Indikasinya karena guru masih terfokus pada masalah gaji yang sedikit, kedudukan yang rendah dan keterpaksaan menjadi guru. Sehingga diperlukan upaya untuk dapat membuka paradigm baru mengenai peran guru. Salah satunya dengan menonton film yang bertema kan pendidikan dibanding hanya melalui penataran atau training-training.
E. Landasan Teori
1. Peran Guru
Dalam konteks pendidikan yang terkait dengan proses belajar terdapat istilah pedagogi dan andragogi. Pedagogi berasal dari sitilah yunani paid atau paidos ( anak) dan agogus ( membimbing) yang maksudnya adalah upaya mendidik dan mengarahkan anak-anak. Sementara andragogi yang dipelopori oleh malcom S. Knowles, berasal dari istilah aner, andr ( orang dewasa) dan agogus ( pembimbing) yang maksdunya adalah pendidikan bagi orang dewasa. Knowles berkeyakinan bahwa cara orang dewasa belajar sangat berbeda dengan cara belajar.
Perbedaan itu tampak karena pedagogi lebih bersifat intruksional karena pendidik mempunyai peran lebih besar dalam proses pembelajaran dibandingkan dengan peserta didik. Sedangkan andragogi lebih menekankan pada konsep fasilitasi yang membantu dalam perkembangan dan mengarahkan diri. Peran sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan yang semula lebih bersifat “ top-down” kehubungan “ kemitraan”.
Akan tetapi antara pedagogi dan andragogi tidak harus dipertentangkan karena tahun1980 knowles merubah pemahamanya bahwa pembelajaran dapat bertolak dari pedagogi dan andragogi. Sehingga tidak ada pertentangan atau pemilahan antara keduanya mempunyai implikasi yang baik bagi pendidikan untuk anak-anak dan orang dewasa.
Sebelum memahami peran-peran seorang guru, terlebih dahulu akan di perjelas arti dari suatu peran. Peran menurut Kamus umum bahasa indonesia, berarti pemain sandiwara, sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer peran adalah pemain sandiwara atau sesuatu yang diarapkan dimiliki kedudukanya dalam masyarakat.
Untuk definisi peran guru, menurut E.mulyasa dalam bukunya Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelelajaran Kreatif dan Menyenangkan, setelah mengkaji dari Pullias dan Young, Manan, serta Yelon dan Weistein sedikitnya diidentifikasi terdapat 19 peran guru, yaitu:
a. Guru sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Guru harus memiliki standar kualitas pribadi yang mencakup tangung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin karena guru yang akan membina dan membimbing budi pekerti dari peserta didik.
b. Guru sebagai Pengajar
Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya. Guru melaksanakan proses pembelajaran dengan memberikan ilmu pengetahuan atau menyampaikan materi pembelajaran karena itu merupakan tugas dan tangung jawab guru. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik berjalan lancar, guru harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan dalam komunikasi serta pemahaman guru dalam mengunakan metode pembelajaran.
c. Guru sebagi Pembimbing
Guru diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan peserta didik bedasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki guru. Perjalanan ini maksudnya adalah proses belajar baik dalam kelas atau di luar kelas yang mencakup fisik, mental, emosional, kreatifitas, moral, spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Guru harus mampu merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan ( pembelajaran), menggunakan petunjuk yang jelas dan menilai kelancaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Guru perlu memahami potensi, minat dan bakat peserta didik agar bimbingan yang diarahkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan peserta didik. Sebagi pembimbing, guru tetap mempunyai pengaruh utama dengan tidak melupakan aspek kerjasama antara guru dan peserta didik.
d. Guru sebagi Pelatih
Guru sebagi pelatih dengan cara memberikan latihan keterampilan kepada peserta didik baik secara intelektual maupun motorik agar peserta didik mampu menunjukan penguasaan kompetensi dasarnya yang sesuai dengan perbedaan potensi dari masing-masing peserta didik.
e. Guru sebagai Penasehat
Guru adalah penasehat ketika peserta didik dihadapanya pada pesoalan untuk membuat keputusan atau menyelesaikan masalah. Kepercayaan sebagai penasehat itu timbul dalam diri peserta didik karena guru adalah orang yang dianggap tepat dalam menangani masalahnya. Peran guru sebagai penasehat mengharus guru memahami ilmu psikologi dan kesehatan.
f. Guru sebagai Pembaharu ( Innovator)
Dalam hal ini, guru dituntut untuk lebih kreatif karena berusaha menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam istilah, bahasa moderen dan peristiwa sekarang yang akan diterima oleh peserta didik.
g. Guru sebagai Model dan Telan
Guru adalah model dan teladan, bagi peserta didik dan orang lain yang menganggapnya seorang pendidik. Guru akan mendapat sorotan dari peserta didik serta orang orang di sekitarnya, baik dari gaya bicara, hubungan kemanusiaan, gaya hidup dan sebagainya.
h. Guru sebagai Pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Jika di masyarakat guru diamati sebagai pribadi yang hidup di masyarakat dengan tetap mentaati norma-norma yang berlaku, maka di sekolah guru akan diamati sebagai pribadi yang hidup di lingkungan sekolah. Segala tingkah laku guru harus sesuai dengan nilai-nilai yang dianut agar tidak terjadi benturan peran guru di sekolah dan masyarakat.
i. Guru sebagai Peneliti
Rasa ingin tahu adalah bagian dari kebutuhan setiap manusia. Guru mencari sesuatu yang belum diketahuinya untuk meningkatkan kemampuanya dengan mengunakan metodologi penelitian.
j. Guru sebagai Pendorong Kreativitas
Guru dituntut mendorong kreatifitas dari peserta didik. Kreatifitas menunjukan ada hal baru yang diciptakan. Peserta didik akan menilai bahwa guru juga kreatif dengan tidak melakukan hal yang sama setiap harinya. Hal ini akan mampu mendorong peserta didik untuk kreatif.
k. Guru sebagai Pembangkit Pandangan
Guru dapat membangkitkan pandangan tentang keagungan dan kebesaran jika guru tersebut memahaminya. Oleh karena itu, guru perlu dibekali dengan pandangan ajaran tentang hakekat manusia dan kebesaraan Allah swt, yang telah menciptakan agar mampu menanamkan pandangan yang positif ke dalam pribadi peserta didik. Peserta didik diharapkan menjadi orang yang menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia. Dalam menanamkan pandangan yang positif tentang martabat manusia, dapat melalui contoh-contoh para tokoh, pemikir dan pejuang martabat manusia, agar mendorong peserta didik tidak menjadi manusia yang memperbudak manusia lain.
i. Guru sebagai Pekerja Rutin
Guru selalu identik dengan pekerjaan rutin setiap harinya karena itu merupakan bagian dari keefektifan profesinya. Iklim suatu belajar yang produktif dan kreatif juga tergantung pada kemahiran serta gaya bagaimana kegiatan rutin tersebut dilaksanakan. Contohnya adalah menasehati peserta didik, mengatur jadwal, memahami peserta didik, membuat daftar nilai, dan kegiatan rutin lainya.
j. Guru sebagai Pemindah Kemah
Guru sebagai pemindah kemah maksudnya adalah orang yang membantu peserta didik meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru sesuai tuntutan zaman. Guru harus peka terhadap lingkungan sekitar terkait dengan kepercayaan atau kebiasaan yang dapat menghambat kemajuan peserta didik. Guru dan peserta didik bekerja sama mempelajari hal baru dan meningggalkan kebiasaan lama yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman. Guru dan peserta didik harus dapat memasuki dunia baru yang memerlukan ide, kebiasaan, dan keterampilan baru dengan tetap memelihara hal-hal lama yang masih sesuai dengan perkembangan zaman.
k. Guru sebagai Pembawa Cerita
Cerita dapat dijadikan cermin bagi peserta didik untuk belajar menemukan gagasan orang lain yang disesuaikan dengan keadaan pribadinya dan belajar untuk menghargai kehidupan orang lain di masa lalu. Cerita menjadi sesuatu yang mampu menyentuh sisi emosional peserta didik karena melalui cerita peserta didik diajarkan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain ( empati). Cerita tidak hanya berupa cerita melainkan ada makna teladan yang ingin disampaikan. Untuk menjadi pembawa cerita yang baik, guru di haruskan mengetahui keadaan peserta didik sehingga mampu mengunakan kejadian masa lalu untuk diinterpretasikan dengan kejadian sekarang dan yang akan datang.
o. Guru sebagai Aktor
peran guru sebagai aktor diibaratkan seperti seoarang aktor yang harus melakukan apa yang tertulis dalam naskah dengan berbagai persiapan. Naskah seorang guru dapat berupa silabus atau kurikulum yang disusun dengan mempertimbangkan pesan-pesan yang akan disampaikan kepada peserta didik. Sama halnya dengan aktor, untuk dapat berperan sesuai dengan sesuai naskah, guru harus menganalisis dan melihat kemampuannya sendiri, melakukan persiapan, memperbaiki kelemahan serta menyempurnakan seluruh aspek dari penampilannya. Guru harus mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi karena itu adalah seni dalam mengajar. Disamping itu guru juga harus melakukan penelitian tidak terbatas pada materi dan kepribadian peserta didiknya sehingga mampu memahami respon-respon peserta didiknya.
p. Guru sebagai Emansipator
guru telah melaksanakan perannya sebagai emansipator ketika guru mampu mengubah peserta didiknya dari pribadi yang tidak berharga, putus asa dan dicampakan orang lain akibat stagnasi budaya, menjadi pribadi kreatif yang percaya diri. Guru berkewajiban mengembangkan potensi peserta didik dengan membuang perasaan-perasaan tertolak dari masyarakat. Salah satu caranya dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menginformasikan apa yang ada dalam pikirannya sehingga memperoleh kebebasan yang wajar dan perasaan rendah dalam diri peserta didik sedikit demi sedikit akan hilang.
q. Guru sebagai Evaluator
pembelajaran selalu berkaitan dengan penilaian karena hal itu merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar atau menentukan tingkat pencapaian oleh peserta didik. Tidak ada pembelajaran tanpa adanya evaluasi. Penilain atau evaluasi bukan suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Guru harus memahami teknik-teknik evaluasi yang dilakukan secara adil, menyeluruh, mempunyai kriteria yang jelas dan dilakukan dalam kondisi yang tepat dengan instrumen yang tepat pula, sehingga mampu menunjukan prestasi belajar peserta didik sebagaimana adanya.
r. Guru sebagai Pengawet
Salahsatu tugas pendidikan adalah mewariskan kebudayaan dari satu generasi ke generasi karena hasil karya tersebut masih berguna bagi kehidupan sekarang dan yang akan datang. Untuk menjalankan perannya sebagai pengawet, guru harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang di awetkan. Salah satu sarana untuk mengawetkan pengetahuan yang dicapai orang terdahulu dalam bidang pendidikan adalah melalui kurikulum. Pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum mampu disimpan secara sistematis dan tahan lama. Walaupun dalam perkembangannya kurikulum memiliki sifat yang fleksibel sehingga memungkinkan ada perubahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Guru harus mengawetkan pengetahuan yang telah dimiliki dalam dirinya, dalam arti guru menguasai materi standar yang akan diberikan kepada peserta didik.
s. Guru sebagai Kulminator
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam ruang kelas tidak bersifat insidental, melainkan terencana, artifisial dan sangat selektif. Selektif. Oleh sebab itu, guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar peserta didik secara bertahap dari awal sampai akhir (kulminasi) agar tercapai tujuan yang telah di tetapkan. Kemampuan ini tampak dari cara guru menutup pembelajaran, manarik atau membuat kesimpulan, melaksanakan penilaian, dan mengadakan kenaikan kelas. Peran kulminator ini akan terpadu dengan peran guru sebagai evaluator.
2. Novel Sastra sebagai media Edukasi
Sastra merupakan media alternatif yang dapat menyampaikan muatan edukasi. Karya sastra merupakaan hasil imajinasi pengarang refleksi terhadap gejala gejala sosial di sekitarnya, Sehingga sastra bagian dari masyarakat. Pengarang melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat tempatnya berada dan mencoba memperjuangkan posisi struktur sosial dan permasalahan yang di hadapi masyarakat. Karya sastra memiliki muatan-muatan yang dapat menjadi media transformasi nilai, salasatunya aspek pendidikan agama. Hal ini menyebabkan timbulnya sastra yang berpihak (comitted literature atau literature engaree) keberadaan sastra yang berpihak menghasilkan wajah sastra yang beragam, salasatunya adalah karya sastra yang mencerminkan realitas sosial. Sastra yang berpihak timbul sebagai akibat dari pengaruh ideologi moderen yang mencerminkan perubahan sosial. Hubungan karya sastra dan realitas sosial merupakan hubungan dialogis tak langsung. Untuk mengetahui hubungan antara karya dan realitas, maka harus diperhitungkan dimensi pengarang, bahwa karya sastra merupakan tanggapan pengarang terhadap realitas sosial sehingga hubungan dialogis langsung.
Bakti Soemanto menyebutkan bahwa karya sastra perlu didudukan dalam keadaan antara ( exsiting in - between), karya satra menjadi nyata tatakala terlihat keterkaitan antara pengarang dengan lingkungan, sehingga terjadi hubungan dialogis langsung antara pengarang dan realitas sosial.
Karya sastra sarat dengan ajaran etika, moral, atau akhlak yang tinggi. Novel merupakan karya sastra fiksi. Karya sastra fiksi menceritakan kehidupan manusia dalam interaksi dengan lingkungan sesama, diri sendiri dan interaksi pengarang dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kotemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tangung jawab, sekaligus cerita yang memberikan hiburan pada pembaca. Oleh karena itu, cerita, fiksi, atau kesusasteraan sering dianggap dapat memanusiakan manusia.
Fiksi sering dipersamakan dengan novel. Novel berkembang dalam bentuk moderen di Eropa selama renaissance. Isi novel mencerminkan perhatian masyarakat pada masa itu, seperti kasus kelas menengah sebagai kelompok sosial, gugatan terhadap agama dan nilai tradisional, minat terhadap sains dan filsafat, serta hasrat penjelajahan dan pertemuan. Setelahnya novel berkembang dalam beragam genre, mulai dari novel sosial, psikologi, pendidikan, filsafat, populer, hingga novel ekperimen. Novel populer sendiri terdiri atas novel dektektif, spionase, fiksi ilmiah, sejarah, fantasi, horor, percintaan,dan western. Ada novel fiktif imajinatif namun ada pula novel yang bedasarkan fakta. Suatu karya fiksi historis ( historical fiction) jika didasarkan pada penulisan fakta sejarah. Suatu karya disebut fiksi biografis ( biographical fiction) jika merupakan fakta biologis, adapun fiksi sains (seince fiction) mengunakan dasar sains sebagai bagian dan setting cerita. Ketiga jenis fiksi termasuk dalam jenis fiksi non fiksi ( nonfiction fiction).
Novel dapat membangun unsur cerita yang detil, yang tersusun dalam beberapa plot, tema, dan penokohan yang lebih banyak dari pada cerpen. Munculnya berbagai jenis novel membuat sasaran pembaca yang beraneka ragam pula, baik anak anak, remaja, dewasa, maupun orang tua. Novel dapat dikaji menjadi novel serius dan novel populer. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemar, menampilkan masalah aktual namun hanya sebatas permukaan. Sebaliknya, novel serius menceritakan pengalaman dan permasalahan kehidupan yang diungkapkan hingga inti hakikat kehidupan yang universal. Novel jenis ini tidak tunduk terhadap selera pasar, namun memiliki minat dan apresiasi tinggi sehingga tak lekang oleh waktu. Melalui novel, pembaca dapat mempelajari nilai- nilai yang diusung pengarangnya.
Menurut pendapat klasik, karya sastra yang baik selalu memberikan pesan kepada pembaca untuk berbuat baik ( dinamakan moral atau amanat) melalui cerita, sikap, maupun tingkah tokoh tokohnya. Karya sastra yang baik selalu mengajak pembaca untuk menjungjung tinggi norma-norma moral.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian literatur, yakni tehnik penelitian yang mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam dan kepustakaan, berupa buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan beberapa tulisan lain yang memiliki keterkaitan dengan pembahasan penelitian ini. Subjek penelitian ini adalah novel Pesantren Ilalang karya Amar de Gapi. Objek penelitian ini adalah Peran Guru dalam novel Pesantren Ilalang dan Relevansinya dalam Pendidikan Agama Islam.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalaah filosofis pedagogis. Pendekatan filosofis terdiri atas model historis, tokoh, komparasi, lapangan, dan interpretasi. Penelitian ini mengunakan pendekatan Filosofis model interpretatif, yakni menangkap suatu arti dengan cara menyelami pemikiran penulis-Amar de Gapi tentang pendidikan melalui tulisanya- novel Pesantren Ilalang. Peneliti menafsirkan atau membuat penafsiran yang bertumpu pada alasan objektif untuk mencapai kebenaran ontentik melalui inti, hakekat, atau hikmah yang terkandung dalam Novel Pesantern Ilalang.
3. Sumber Data
Ada dua jenis data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah informasi atau data yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumbernya. Sedangkan data sekunder adalah informasi atau data yang bukan diusahakan sendiri atau telah dikumpulkan pihak lain. Jadi peneliti tidak langsung memperoleh data dari sumbernya karena berasal dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya.
a. Sumber Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari novel Pesantren Ilalang karena terfokus masalah yang dianalisis langsung dari novel Pesantren Ilalang.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari berbagai literatur seperti buku-buku, majalah, situs internet dan segala data yang berkaitan dengan penelitian, sehingga dapat membantu dalam menganalisis novel Pesantren Ilalang
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen-dokumen yang dihimpun akan dipilih sesuai dengan tujuan dan focus masalah. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan peran guru dalam novel Pesantren Ilalang yang dapat mendukung dalam proses analisis.
4. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hermeneutik dan analisis isi. Dalam hermeneutik, peneliti berpegang pada semangat verstehen ( pemahaman), yang memberi keterbukaan untuk memahami teks dengan menafsirkan makna tindakan-tindakan sosial, dan bukan dengan erklaren ( menafsirkan menurut sebab-akibat). Makna-makna tersebut terkandung dalam tindakan, kata-kata, produk, kultural, pranta, dan sebagainya. Heremeneutik merupakan ilmu atau teknik memahami karya sastra dengan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya. Cara kerja hermeneutik adalah dengan memahami keseluruhan bedasarkan unsur-unsurnya dan pemahaman unsur-unsur bedasarkan keseluruhanya.
Orang yang melakukan interpretasi harus mengenal pesan atau kecondongan sebuah teks, meresapi isi teks sehingga yang mulanya ‘ yang lain’ kini menjadi ‘aku’ atau penafsir. Teks ( sastra) mengungkap kesadaran penulis sehingga pembaca berhadapan dengan pemikiran, penghayatan, penilaian, dan sikap hidup penulis. Pembaca tidak berhadapan dengan realitas faktual, namun pembaca berhadapan dengan penulis. Akan tetapi, dalam proses pembacaan tersebut, penulis menjadi mati, the author is dead, dan sebagi gantinya, pembaca memiliki kuasa untuk membaca dan menginterpretasikan teks.
Untuk memahami makna, pembaca menafsirkan teks dalam keterbukaanya terhadap masa kini dan masa depan. Penafsiran tidak kunjung selesai dan bersifat kreatif sehingga berjalan produktif, bukan sekedar refroduktif. Kalimat merupakan simbol yang memiliki makna yang dapat dimaknai sesuai konvensi yang berlaku. Peneliti melakukan pencarian makna terhadap Novel Pesantren Ilalang yang menjadi sumber dari teks kehidupan sosial sebuah dunia pendidikan. Untuk dapat memahami makna, peneliti menafsirkan teks atau objek sosio kutural dalam keterbukaan terhadap masa kini dan masa depan sehingga penafsiran bersifat terbuka dan kreatif.
Kedua, analisis dapat dilakukan dengan analisis isi ( content analysis). Content analysis merupakan tekhnik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan yang penggarapanya dilakukan secara objektif dan sistematik. Analisis isi digunakan untuk mengungkap kandungan nilai-nilai tertentu dalam karya sastra dengan memperhatikan konteks. Dalam karya sastra, analisis isi bertugas menggungkap makna simbolik tersamar.
G. Sistematika Skripsi
Sitematika skripsi terdiri dari tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
Bagian awal, bagian ini terdiri: halaman judul, abstraksi, halaman nota dinas pembimbing, halaman nota dinas konsultan, halaman pengesahan, halaman, moto, halaman persembahan, kata pengantar
Bagian utama, terdiri terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab yaitu:
Bab Pertama merupakan pendahuluan yang berisi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan skripsi. Bab ini merupakan gambaran umum mengenai keseluruhan rancangan penelitian. Dengan melihat bab ini diharapkan pembaca dapat memahami alur logika penelitian.
Bab Kedua adalah profil Amar De Gapi sebagai penulis beserta karya- karyanya, pembahasan novel Pesantren Ilalang yang meliputi: latar belakang penulisan, sekilas novel Pesantern Ilalang.
Bab Ketiga membahas sisnopsis novel, makna novel bagi guru,dan pesan-pesan pendidikan yang ada dalam novel Pesantren Ilalang.
Bab Keempat membahas analisis peran guru dalam Pendidikan Agama Islam, komponen-komponen PAI dalam novel Pesantren Ilalang,dan relevansi guru dalam novel Pesantren Ilalang dengan Pendidikan Agama Islam.
Bab Kelima merupakan penutup yang memuat tentang kesimpulan dan saran-saran yang diberikan oleh peneliti terhadap hasil penelitian literer ini.
Bagian Akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.












DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Munir, Spiritual Teaching, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2006.
Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, Yogyakarta: Teras, 2009.
Akhmad Sudrajat, “ Peran Guru Sebagai Fasilitator”,
http:// www.psh-psma.org/content/blog/peran-guru-sebagai-fasilitator, dalam Google.com, 24 Oktober 2010
Anton Baker- Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta:
Kanisius, 1992.
B.S sidjabat,” Prinsip Pedagogi dan Andragogi dalam Pembelajaran”,
http:// www.tiranus.net/Prinsip-pedagogi-dan-andragogi/, dalam Google.com, 24 Oktober 20010.
Hani Raihana,” Pendidikan Karakter dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea
Hirata ( persefektif PAI)”, skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.
Iim Hilman, “Profil Guru Ideal ( Studi Tokoh Muslimah dalam Novel Laskar
Pelangi Karya Andrea Hirata)”. Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.
Jamal Ma’mur asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, Dan Inovatif Yogyakarta: Diva Press, 2009.
Kartini Kartono, Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis, Bandung: Mandar maju,
1992.
Lexi Molcong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
1991.
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Rosakarya,2009.
Peter Salim dan yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Balai Pustaka, 1989.
Rakhman Khakim, “ Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Pendidikan Islam (
Kajian terhadap kitab Al-Tibyan fi Adabi Hamalah Al-Qur’an)”,Skripsi, fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.
Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006.
Sangidu, Penelitian sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat.
Yogyakarta : unit penerbitan sastra Asia barat. 2004.
Suroso, In memorian Guru membangkitkan Ruh-Ruh Pencerdasan, Yogyakarta:
Jendela, 2002.
Wahyu Rahmawati dengan judul “ peran guru dalam Film laskar pelangi dan
relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam” skripsi, Fakultas Tarbiyah, Jurusan PAI, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2010
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1985.